Februari 23, 2009

Al-Fatihah




"Apapun bersandar pada kehendak Allah, 
sementara kehendak Allah tidak bersandar pada apapun.


Singkatnya-perjalanan yang sesungguhnya adalah 
bila jarak dunia dilipat untukmu 
sehingga engkau dapat melihat 
akhirat lebih dekat kepadamu 
berbanding dirimu sendiri.


Tiada suatu nafas terhembus darimu, 
kecuali di situ takdir Tuhan berlaku padamu.

Allah menjadikan akhirat sebagai tempat 
untuk membalas para hamba-Nya yang beriman, 
kerana dunia ini tak dapat memuat sesuatu yang, 
kepada mereka hendak Dia berikan;
dan kerana kebaikan mereka terlalu tinggi 
bila harus dibalas di dunia yang tak berkekalan."

Ibnu 'Athaillah, al-Hikam
~~~
Hidup ini suatu perjalanan singkat, 
sesingkat tarik hembus nafas kita seiring detik masa yang tertakdir. 
Seseorang itu tidak dapat lari darinya. 
Hanya jika dia tidak mahu mengingininya, 
bukan alasan; tetap ia akan datang menemuinya.
Banyak sekali, jelas pernyataan janji-Nya adalah pasti. 
Di mana dan bila saja, itu atas kehendak-Nya, sekali lagi, ia pasti!
Dari Allah kita datang, kepada-Nya jua tempat kita kembali. 
Noktah.

Azmir Syazwan, rakan persekolahanku. 

Terukir pada Lembaran-Nya,
kembali ke hadirat Allah, 
pagi 26 Safar 1430 Hijriyyah - Ahad,  22 Februari 2009.
Segala rahmat dan keampunan-Nya, moga tercurah buatmu.

Ingatan di sini tertinta mengisi kalbu, 
du'a kami mengiringi, sendu.
Suatu masa, pasti kami menyusulmu.

In sya Allah,
bertemu lagi di sana..
di taman bahagia,
mudah-mudahan
jannah-Nya.
In sya Allah.

Al-Fatihah.

Februari 18, 2009

Debu : Taubatlah Berkali-kali






"Jikalau kamu bertobat
tapi selalu tergoda
dan kau lemah tidak kuat
tobat lagi hai pendosa

Tobat diterima Tuhan
kembali lagi kembali
sampai tobatmu bertahan
tobatlah berkali-kali."

Debu : Du'a Cinta



"Hai Allah, hamba meminta
daripada-Mu Tuhanku 
asmara kasih dan kama
ku meminta-minta itu
 
Buatlah Cinta pada-Mu
paling tercinta bagiku
dan buatlah cinta itu
pedoman pada redha-Mu."

Februari 05, 2009

Rampai Hikmah Ibnu 'Athaillah - Al-Hikam (1)






Salah satu tanda bergantung pada amal adalah
berkurangnya harapan tatkala gagal.


Keinginanmu untuk lepas dari urusan duniawi,
padahal Allah membekalimu dengan sarana penghidupan,
adalah syahwat yang samar.
Sedangkan keinginanmu untuk mendapatkan sarana penghidupan,
padahal Allah telah melepaskanmu dari urusan duniawi,
adalah suatu kemunduran dari cita-cita yang luhur.


Menggebunya semangat tak akan mampu menerobos benteng takdir.


Istirahatkan dirimu dari mengatur urusanmu,
karena segala yang telah diurus oleh "Selainmu",
tak perlu engkau turut mengurusnya.


Kesungguhanmu mengejar apa yang sudah dijamin untukmu
dan kelalaianmu melaksanakan apa yang dituntut darimu,
adalah bukti dari rabunnya mata batinmu.


Tertundanya pemberian setelah engkau mengulang-ulang permintaan,
janganlah membuatmu berpatah harapan.
Allah menjamin pengabulan sesuai dengan apa yang Dia pilih buatmu,
bukan menurut apa yang engkau pilih sendiri,
dan pada saat yang Dia kehendaki,
bukan pada waktu yang engkau ingini.


Tak terjadinya sesuatu yang dijanjikan, padahal waktunya telah tiba,
janganlah sampai membuatmu ragu terhadap janji Allah itu. Supaya,
yang demikian tidak mengaburkan pandangan mata batinmu
dan memadamkan cahaya relung hatimu.


Jika Allah membukakan pintu makrifat bagimu,
jangan hiraukan mengapa itu terjadi sementara amalmu amat sedikit.
Allah membukakannya bagimu hanyalah karena
Dia ingin memperkenalkan Diri kepadamu.
Tidakkah engkau mengerti;
bahwa makrifat itu adalah anugerah-Nya kepadamu,
sedangkan amal adalah pemberianmu?
Maka betapa besar perbedaan
antara persembahanmu kepada Allah
dan karunia-Nya kepadamu!


Amal itu kerangka yang mati,
dan ruhnya ialah keikhlasan yang ada padanya.


Amal itu beragam
lantaran beragamnya keadaan yang menimpa hati.


Pendamlah wujudmu dalam "tanah" tak dikenal,
karena sesuatu yang tumbuh
dari benih yang tak ditanam (terlebih dahulu),
buahnya tiada sempurna.


Tiada yang berguna bagi kalbu
sebagaimana uzlah untuk memasuki medan perenungan.

~~~

Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari

Kitab Al-Hikam: Rampai Hikmah Ibnu ‘Athaillah

No. 1-12