Januari 31, 2010

Al-Fatihah (ii)





"Allah mengetahui bahawa kamu tidak akan
menerima nasihat belaka, maka Dia mencicipkan
citarasa dunia yang mudah berpisah darimu.


Selama kamu berada di dunia ini, janganlah terkejut
dengan adanya penderitaan. Sesungguhnya penderitaan
muncul hanyalah kerana memang menjadi sifat yang layak
buatnya atau karakter semulajadinya.


Allah menyuruhmu di dunia ini
untuk memerhatikan alam ciptaan-Nya,
dan kelak di akhirat Dia akan
memperlihatkan kepadamu
kesempurnaan Zat-Nya.


Seandainya cahaya keyakinan menyinarimu,
nescaya kamu dapat melihat akhirat itu lebih dekat
berbanding kamu berjalan menujunya, dan kamu jua
dapat melihat "gerhana" kefanaan benar-benar
melanda keindahan dunia.


Allah mewajibkanmu mengabdi kepada-Nya, dan
(itu bererti) Dia hanya mewajibkanmu
memasuki syurga-Nya.


Allah menjadikan akhirat sebagai tempat
untuk membalas para hamba-Nya yang beriman,
kerana dunia ini tak dapat memuat sesuatu yang,
kepada mereka hendak Dia berikan;
dan kerana kebaikan mereka terlalu tinggi
bila harus dibalas di dunia yang tak berkekalan.


Siapa yang menduga bahawa kelembutan Allah
terlepas dari keputusan tegas-Nya, maka
itu hanyalah kerana pandangannya yang tidak mendalam.


Siapa yang merasa buah amalnya di dunia, maka
itulah bukti bahawa di akhirat amalnya diterima.


Siapa cemerlang pada permulaan,
cemerlang pula pada kesudahan.


Antara tanda kejayaan pada akhir perjuangan
adalah berserah diri kepada Allah
sejak permulaan.


Buah ketaatan yang dirasakan di dunia
adalah khabar gembira bagi orang-orang
yang beramal, tentang adanya pahala ketaatan
di akhirat."


Ibnu 'Athaillah, al-Hikam


~~~


"Airmata boleh bercucuran, hati dapat merasa duka.
Tapi kami hanya berkata apa yang menjadi perkenan Allah,
dan bahwa kami, wahai sahabatku; sangat sedih atas pemergianmu.."


Muhammad Afif Asyraf Abd Rashid,
Kembali ke hadirat Allah,
tengah hari 14 Safar 1431 Hijriyyah - Sabtu, 30 Januari 2010.
Semoga segala rahmat dan keampunan-Nya, cinta dan belas kasih-Nya,
moga tercurah buatmu.

Al-Fatihah.


~~~


Ya Allah, ampunilah baginya
segala dosa dan kekurangannya,

dan muliakanlah tempat tinggalnya,

lapangkanlah tempat masuknya (di dalam kubur),

mandikanlah dia dengan air salji
dan air dingin sedingin embun,

bersihkanlah dia daripada kesalahan
seperti dibersihkan kain putih daripada kekotoran,

gantikanlah tempat yang lebih baik
daripada tempat tinggalnya (di dunia),

temankan dia ahli yang lebih baik
daripada ahlinya yang sebelumnya,

sahabat yang lebih baik daripada
sahabatnya yang pernah ditemuinya,

dan perkenankanlah dia ke dalam syurga-Mu

dan naungilah dia daripada
seksa kubur dan azab neraka.

Amiin, Ya Rabbal 'Aalamiin.



Januari 21, 2010

Where Pride & Hatred Begins





The beginning of pride and hatred
lies in worldly desire,
and the strength of your desire is from habit.
When an evil tendency becomes confirmed by habit,
rage is triggered when anyone restrains you.


Maulana Jalaluddin Rumi


Know Your Real Friends





How will you know your real friends?
Pain is as dear to them as life.
A friend is like gold. Trouble is like fire.
Pure gold delights in the fire.



Opened Window





The world is full of remedies,
but you have no remedy until God
opens a window for you.
Though you are unaware of that remedy now,
God will make it clear
in the hour of need.



A Glance, A Spark





How long will you say, "I will conquer the whole world
and fill it with myself"?
Even if snow covered the world completely,
the sun could melt it with a glance.
A single spark of God's mercy
can turn poison into springwater.
Where there is doubt,
He establishes certainty.




Heaven's Secrets





Never say
no one knows the way.
Never say
profound humans
can't be found.
Just because
you're kept out of
heaven's secrets
you think everyone
is like you.


You claim skill in every art
and knowledge of every science,
Yet you cannot even hear
what your own heart is telling you.


Until you can hear that simple voice
How can you be a keeper of secrets?
How can you be a traveller on this path?


Maulana Jalaluddin Rumi


Wake Up, Again





This place is a dream.
Only a sleeper considers it real.


Then death comes like dawn,
and you wake up laughing
at what you thought was your grief.


But there's a difference with this dream.
Everything cruel and unconscious
done in the illusion of the present world,
all that does not fade away
at the death-waking.


It stays,
and it must be interpreted.


All the mean laughing,
all the quick, sexual wanting,
those torn coats of Yusuf,
they change into powerful wolves
that you must face.


The retaliation that sometimes comes now,
the swift, payback hit,
is just a boy's game
to what the other will be.


You know about circumcision here.
It's full castration there!


And this groggy time we live,
this is what it's like:
A man goes to sleep in the town
where he has always lived,
and he dreams he's living in another town.


In the dream, he doesn't remember
the town he's sleeping in his bed in.
He believes the reality of the dream town.


The world is that kind of sleep.


The dust of many crumbled cities
settles over us like a forgetful dose,
but we are older than those cities.


We began as a mineral.
We emerged into plant life,
and into the animal state,
and then into being human,
and always we have forgotten our former states,
except in early spring
when we slightly recall
being green again.


That's how a young person
turns toward a teacher.
That's how a baby leans toward the breast,
without knowing the secret of its desire,
yet turning instinctively.


Humankind is being led along
an evolving course, through
this migration of intelligences,
and though we seem to be sleeping,
there is an inner wakefulness
that directs the dream,

and that will eventually startle us
back to the truth of who we are.




Januari 05, 2010

Syair Rumi ke Laras Pantun (1)


Jalaluddin ar-Rumi, Penyair Sufi Agung
Diterjemah ke Bahasa Melayu oleh: Darma Mohammad
Dialih ke laras pantun oleh: Ampuan Awang



***






"Syair Rumi membawa makna,
Lahir zahir cerah batinnya;
Ilham hadir terbinalah istana,
Laksana hikayat fikiran jurubina."






"Segerpak angin menyingkap tirai,
Dinding bergegar jadi petanda;
Andai mulut serupa murai,
Rahsia di rumah terdedah semuanya."






"Girangnya hati seorang hamba,
Mendapat mawar semerbak baunya;
Akal budi peribadi dijaga,
Pemikiran laksana kilauan mutiara."






"Nyaring bunyi si burung hering,
Seolah menjerit di tengah kota;
Kiranya lidah tidak disaring,
Tertutuplah rapat pintu hatinya."







"Nilai tinggi pada sepatu,
Petanda kaya juga miskinnya;
Keberadaan pengemis lewat di pintu,
Itulah makam buatnya di dunia."







"Api pelebur besi dan emas,
Bahan membuat cincin di tangan;
Hati lebur iman terbias,
Dunia penyebab kalbu terbeban."






"Lemparkan pandangan terus ke bulan,
Bulan ternampak hanyalah satu;
Andai berlaku sebarang pertelingkahan,
Jangan berpecah kembalilah bersatu."






"Andai perwatakan baik dijagai,
Kusut di jiwa habis terlerai;
Benih tak elok usah dibajai,
Kelaknya mubut hancur berkecai."






"Bermula nama Abu al-Hakam,
Oh dirinya dahulu begitu mulia;
Lantaran hasad dengki dan dendam,
Mulia ditarik Abu Jahal gantinya."






"Tua muda sibuk mencari,
Emas berkilau mengaburi mata;
Andai hati sudah ditutupi,
Emas pancalogam tiadalah berguna."







***




[NOTA SAHABAT SAYA, Saudara Ampuan Awang] Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) kita sedia maklum akan namanya dan pastinya terkenal di kalangan ahli falsafah kerohanian kerana beliau meupakan seorang Penyair Sufi ulung ketika itu. Di atas keprihatinan diri, saya cuba mengolah kembali bait kata Rumi ke laras 'Pantun' yang mana terjemahan teksnya dibuat oleh Daud Mohammad atau lebih selesa dipanggil menggunakan nama penanya Darma Mohammad, sementara saya pula memanggilnya dengan gelar nama Pak Darma. Saya merasakan bahawa tiada kesalahan bagi saya untuk membawa Syair Rumi ke laras pantun. Terima kasih saya ucapkan buat Pak Darma atas terjemahan teks Syair Rumi yang ternyata hebat untuk dipantunkan dan ia akan terus saya pantunkannya.