Ogos 24, 2010

Syarah Hikam: Introspeksi Diri







Bila engkau sakit hati karena orang-orang tidak menerimamu, ataupun mencelamu, maka kembalikanlah kepada ilmu Allah tentang dirimu. Jika engkau belum puas dengan ilmu-Nya, maka musibah yang menimpamu karena tidak puas dengan ilmu-Nya, lebih besar dari musibah yang menimpamu karena celaan orang-orang.

Hubungan seorang mukmin dengan Allah menjadi pangkal ketenangan maupun ketegangan dirinya, suka maupun dukanya. Sedangkan hubungannya dengan sesama manusia menempati urutan berikutnya dan tergantung kepada dorongan-dorongan hubungan yang pertama.

Pendapat manusia tentang suatu perkara tidak memastikan salah atau benarnya perkara itu. Pendapat mereka tentang seseorang juga tidak menentukan tinggi rendahnya orang itu. Opini publik kerap kali memunculkan desas-desus yang perlu diklarifikasi dan dicek kebenarannya. Sedikit sekali isu yang diliputi kejujuran dan kebenaran. Dalam situasi kritis yang memerlukan keberanian dan kepahlawanan, sangat sulit mencari orang-orang yang bisa jujur dan benar.

Ketika dijauhi dan dicela orang-orang, kaum saleh langsung mengingat ayat:

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). Sesungguh¬nya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih tahu tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih tahu tentang orang-orang yang mendapat petunjuk (Q.S. al-An‘âm [6]: 116-117).

Motif gerak seorang mukmin berasal dari hati nurani, dan tujuannya mencapai rida Allah semata. Ia tak ambil pusing apakah orang-orang menjauhi dan mencelanya, atau mendekati dan memujinya.

Walaupun kita sangat terikat dengan masyarakat di mana kita tinggal, mau tidak mau, suka tidak suka, kita mesti tetap tegar dalam pendirian di tengah pujian atau celaan yang diarahkan kepada kita.

Adalah hak seseorang untuk tidak membiarkan keutamaannya berubah menjadi kehinaannya, ketika dia tidak memperoleh penghargaan semestinya. Adalah hak seseorang untuk membela diri dari komentar jelek yang diarahkan kepadanya, dari tuduhan orang-orang yang ingin meruntuhkan harga dirinya. Adalah haknya juga, ketika dia menjadi sumber isu, untuk menjaga pamor dirinya agar tidak redup, dan untuk menjadikan dirinya sebagai teladan yang baik.

Oleh karena itu, hubungan seseorang dengan sesamanya harus dijelaskan dengan agak detail. Sesungguhnya menampakkan kebaikan di tengah manusia, dan terang-terangan menjalankan kewajiban dan syiar agama, adalah tidak mengapa.

Jika kamu menampakkan sedekah-(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu (Q.S. al-Baqarah [2]: 271).

Usaha seseorang untuk menjaga nama baiknya agar tidak tercemar adalah sesuatu yang wajar. Nabi saw. sendiri pernah menyuruh berhenti beberapa orang yang melihat beliau berjalan bersama seorang perempuan. Lalu, beliau menerangkan kepada mereka bahwa beliau sedang berjalan bersama salah seorang istrinya. Ini beliau lakukan agar mereka tidak menuduhnya telah berbuat macam-macam, walaupun beliau seorang yang tidak pantas dituduh.

Jika seorang mukmin merasa bahagia karena terkenal sebagai pelaku kebaikan, itu wajar. Asal, perbuatan-perbuatan baik itu dia lakukan dengan niat ikhlas dan hati yang tulus. Para sahabat pernah bercerita kepada Rasulullah saw. tentang perasaan bahagia yang merasuki diri mereka ketika orang-orang memuji mereka atas amal baik yang mereka kerjakan karena Allah. Rasulullah bersabda, “Itu kabar gembira bagi orang mukmin di dunia” (H.R. Muslim). Kemudian beliau membaca ayat:

(Iaitu) orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar (Q.S. Yûnus [10]: 63-64).

Memperoleh kemuliaan dan kedudukan di dunia adalah bagian dari rahmat Allah. Oleh sebab itu, Allah memberikannya kepada nabi-Nya, Muhammad saw., sehingga berfirman, “Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)-mu” (Q.S. al-Insyirah [94]: 4). Nabi Ibrâhîm pun memohon kepada Tuhan agar mengabadikan pujian baginya sepanjang zaman. Kata Ibrâhîm:

(Ibrâhîm berdoa), ‘Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian (Q.S. al-Syu‘arâ’ [26]: 83-84).

Yang penting, seseorang dalam beramal harus didasari keikhlasan karena Allah semata, bukan untuk tujuan-tujuan duniawi atau popularitas. Kecintaannya kepada Allah haruslah mengalahkan dorongan-dorongan lainnya. Jika orang-orang memusuhinya, dia bisa tetap tegar berjalan menuju Tuhan tanpa rasa takut dan tak akan menyerah. Jika dia senang berhubungan dengan sesama, hendaknya itu dalam kerangka kerjasama dalam kebenaran, bukan untuk meraih maksud-maksud duniawi, mengumbar hawa nafsu, atau mengejar kepuasan-kepuasan sesaat.

Jika seseorang merasa orang-orang di sekitarnya berpaling darinya atau menjauhinya, maka perhatikanlah bagaimana hubungannya dengan Allah? Jika dirinya puas dengan hubungan itu, bahagia dengan ikatannya, tentulah dia tidak hiraukan ketidakpedulian orang-orang. Apalah artinya kebencian hamba dibanding dengan kerelaan Tuhan! Renungkan ucapan Hûd kepada kaumnya:

Hûd menjawab, “Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan, dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya (menguasainya sepenuhnya)” (Q.S. Hûd [11]: 54-56).

Sebaliknya, jika hubungannya dengan Allah rapuh, tentu musibah sejati yang dia rasakan adalah karena keretakan hubungannya dengan Allah itu, bukan karena keretakan hubungannya dengan sesama.[]


Ogos 10, 2010

Keindahan Perbuatan-Mu




“Semua perbuatan-Mu indah wahai Allah. Semua kenikmatan jika disyukuri akan dikurniakan nikmat yang lebih besar lagi, sebaliknya semua musibah yang diturunkan tidak lain tidak bukan adalah penghapusan dosa tanpa istighfar.”

Imam Al-Habib Abdullah Al-Haddad

Ogos 09, 2010

Nasihat, Du'a, Redha, 'Amal




"Jangan pernah berhenti mendengar nasihat, kerana hati akan buta apabila kehilangan nasihat."

"Orang yang tak dapat mengambil nasihat kematian tidak dapat dinasihati dengan apapun."
"Wahai anak muda, pasanglah jaring-jaring du'a, kembalilah pada redha. Janganlah kamu berdu'a dengan lidah, sedangkan hatimu berpaling."

"Janganlah kamu (seakan-akan menjadi) gila. Ilmu itu tidak akan berguna bagimu jika tanpa amal. Kamu harus beramal hitam di atas putih. Ia adalah hukum Allah swt. yang harus kamu ikuti hari demi hari, tahun demi tahun, sampai kamu mendapatkan buahnya."


Syeikh Abdul Qadir al-Jailani

Ogos 07, 2010

Nasihatilah Beserta Kesucian dan Kekuatan






"Diriwayatkan dari Hasan al-Basri rah.a., dia berkata: 'Nasihatilah manusia dengan ilmu dan ucapanmu.' Wahai pemberi nasihat, nasihatilah manusia dengan kesucian nuranimu dan kekuatan hatimu. Jangan kamu nasihati mereka dengan kebaikan lahirmu, sedangkan hatimu buruk."

"Duhai anak, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hatimu. Kamu hanya senang bercerita tentang keadaan orang soleh dan berangan-angan mendapatkannya. Kamu seperti orang yang menadah air, kemudian membukanya; maka kamu tidak akan menemui sesuatupun yang tertinggal di tanganmu. Celaka kamu, melamun itu lembah kebodohan. Nabi s.a.w. bersabda: 'Janganlah kamu hanya mengelamun, kerana itu adalah lembah kejahilan.' "

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani

Ogos 06, 2010

Jagalah Batin dan Zahirmu





"Jagalah batinmu dengan merasakan kehadiran Allah, dan jagalah lahirmu dengan mengikuti sunnah (Rasulullah s.a.w.)."

"Kebaikan itu adalah dalam menghadap kepada-Nya, dan keburukan itu adalah kerana berpaling dari-Nya. Setiap amal yang kamu harapkan upahnya adalah untukmu, dan setiap amal yang dilakukan kerana Dia bererti untuk-Nya. Jika kamu beramal dan meminta ganti, maka balasannya adalah makhluk. Jika kamu beramal untuk mencari redha Allah swt., balasannya adalah kedekatanmu dengan-Nya dan memandang kepada-Nya, kemudian kamu tidak akan meminta ganti atas semua amalmu. Apalah ertinya dunia, akhirat, dan segala sesuatu selain Dia, jika dibandingkan dengan Dia?"

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani