April 25, 2010

Rampai Hikmah Ibnu 'Athaillah - Al-Hikam (2)






Bagaimana hati dapat bersinar
sementara gambar dunia terlukis dalam cerminnya?

Atau, bagaimana hati bisa berangkat menuju Allah
kalau ia masih terbelenggu dengan syahwatnya?

Atau, bagaimana hati akan bersemangat
menghadap ke hadirat Allah
bila ia belum suci dari "janabah" kelalaiannya?

Atau, bagaimana hati mampu memahami
kedalaman misteri ghaib
padahal ia belum bertaubat dari kesalahannya?



Alam ini serba gelap.
Ia terang hanyalah karena
tampaknya Allah di dalamnya.
Siapa melihat alam namun
tidak menyaksikan Tuhan
di dalamnya, padanya, sebelumnya, sesudahnya,
maka ia benar-benar memerlukan cahaya,
dan "suria" makrifat terhalangi darinya
oleh "awan" benda-benda ciptaan.




Di antara bukti
yang memperlihatkan kepadamu adanya kekuasaan Allah
adalah bahawa Dia menghalangimu dari melihat-Nya
dengan tabir yang tiada wujudnya di sisi-Nya.





Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu dapat menghalangi-Nya,
sementara Dia-lah Yang Menampakkan segala sesuatu?

Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu sanggup menghalangi-Nya,
sementara Dia-lah Yang Tampak pada segala sesuatu?

Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu mampu menghalangi-Nya,
sementara Dia-lah Yang Tampak dalam segala sesuatu?

Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu kuasa menghalangi-Nya,
sementara Dia-lah Yang Tampak untuk segala sesuatu?


Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu dapat menghalangi-Nya,
sementara Dia-lah Yang Ada sebelum segala sesuatu?

Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu sanggup menghalangi-Nya,
bila Dia lebih jelas ketimbang segala sesuatu?

Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu mampu menghalangi-Nya,
sedangkan Dia Esa, yang tiada di sampingnya sesuatu pun?

Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu kuasa menghalangi-Nya,
padahal Dia lebih dekat kepadamu daripada segala sesuatu?


Bagaimana bisa dibayangkan kalau sesuatu dapat menghalangi-Nya,
sementara seandainya Dia tak ada, nescaya tak akan ada segala sesuatu?

Betapa ajaib, bagaimana kewujudan bisa tampak dalam ketiadaan?
Atau, bagaimana sesuatu yang baharu bisa bersanding dengan Yang Mahadahulu.




Sangatlah jahil, orang yang menginginkan
terjadinya sesuatu yang tidak dikehendaki Allah
pada suatu waktu.



Menunda beramal (soleh)
demi menantikan kesempatan yang lebih luang,
termasuk tanda kebodohan diri.



Jangan meminta kepada Allah supaya engkau dipindah
dari suatu keadaan (hal) ke keadaan yang lain.
Sekiranya Dia menghendaki yang demikian,
Dia tentu telah memindahkanmu
tanpa mengubah keadaanmu sebelumnya.




Bila semangat seorang salik ingin berhenti
pada sebahagian yang tersingkap baginya,
suara-suara hakikat memperingatkannya,
"Yang kamu cari masih di depan!"
Demikian halnya bila tampak
keindahan alam,
hakikat-hakikat memperingatkanmu,
"Kami hanyalah batu ujian,
maka janganlah engkau kafir."
(QS 2: 102)




Kamu meminta dari Allah bererti menuduh-Nya.
Kamu meminta kepada-Nya bererti engkau mengumpat-Nya.
Kamu meminta kepada selain-Nya bererti kamu
tak punya rasa malu kepada-Nya.
Dan kamu meminta dari selain-Nya bererti engkau jauh dari-Nya.



Tiada suatu nafas berhembus darimu, kecuali di situ
takdir Tuhan berlaku padamu.




~~~

Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari

Kitab Al-Hikam: Rampai Hikmah Ibnu ‘Athaillah

No. 13-22

Tiada ulasan: