Mei 28, 2008

Jangan Tertipu Dari Pujian!



Dalam kitab al-Hikam Ibnu 'Athaillah al-Iskandari, dinukilkan:


"Orang-orang memujimu karena apa yang mereka sangka ada pada dirimu. Maka celalah dirimu karena apa yang engkau ketahui (iaitu keburukan, yang) ada pada dirimu."


***


Bolehkah aku membohongi diri sendiri ketika Allah menutupi kelemahanku sehingga orang-orang memujiku? Ah, orang yang berakal tak akan menipu dirinya. Aku senang kalau aku bersikap neutral pada diriku. Aku akan periksa aib-aibku guna membersihkan diriku dari aib-aib itu. Aku akan selalu mengoreksi setiap kesalahanku, dan menyempurnakan setiap kekuranganku.

Kalau orang-orang berkata, "Wah, dia sempurna!", aku tak akan tertipu dengan perkataan mereka. Sanjungan mereka tak akan membuatku silap tentang siapa diriku sebenarnya.


"Sebodoh-bodohnya manusia adalah siapa yang menanggalkan keyakinannya untuk menuruti sangkaan orang-orang."


Aneh. Ada orang yang berbohong tentang sesuatu kemudian membenarkannya setelah dipercayai orang-orang. Persis seperti kelakuan Asy'ab. Suatu hari, ia terus diikuti oleh segerombolan anak kecil. Ia berusaha menghindar dari mereka. Maka ia pun membohongi mereka bahawa sedang ada pesta pernikahan di suatu tempat yang membagi-bagikan makanan. Ketika anak-anak itu lari menuju tempat yang ditunjukkan Asy'ab, ia sendiri juga ikut lari bersama mereka! Ia membenarkan kebohongan yang ia buat sendiri. Sungguh aneh tidak?


Nah, kelakuan itu sama seperti orang yang mendengar pujian bagi dirinya, lalu dia membenarkannya. Padahal, dia tahu dirinya tak memiliki sesuatu yang pantas dipuji. Berbeda dengan orang-orang saleh. Bila mereka dipuji, mereka segera berdoa,

"Ya Allah, ampunilah aku atas apa yang tidak mereka ketahui. Jangan hukum aku karena kata-kata mereka. Dan jadikanlah (keikhlasan) aku mengatasi dugaan (pujian) mereka."

Inilah doa orang yang sadar akan dirinya, dan takut kepada Tuhannya.


***

"Keikhlasan adalah rahasia
antara Allah dan hamba-Nya.


Malaikat pencatat tidak mengetahui
sedikit pun
untuk dapat ditulisnya,

syaitan tidak mengetahuinya
hingga tak dapat merosaknya,

nafsu pun tidak menyedarinya
sehingga tak mampu mempengaruhinya."



Dipetik dari buku
Sadar untuk Bersandar,
oleh Sheykh Muhammad al-Ghazali.


____

Tiada ulasan: