Oktober 10, 2008

Mengapa Tidak Boleh Mengatur?







Sebab Pertama

Pengetahuanmu tentang pengaturan Allah yang telah berlaku atas dirimu. Maksudnya, kau tahu bahwa Allah telah berbuat untukmu sebelum kau berbuat untuk dirimu. Sebelum kau ada dan sebelum kau ikut mengatur, Dia telah mengatur untukmu. Dan kini, setelah kau ada, Dia jugalah yang mengatur. Bersikaplah kepadaNya seperti sikapmu sebelumnya, tentu Dia akan memerhatikanmu seperti sebelumnya.


Karena itu, Husain al Hallaj berkata,
“Berbuatlah kepadaku sebagaimana dulu Kau berbuat kepadamu sebelum aku ada.”

Ia meminta kepada Allah untuk mengatur urusannya setelah ia ada sebagaimana dulu Dia mengatur sebelum ia ada. Sebelum keberadaannya, hamba telah diatur oleh ilmu Allah. Namun, setelah ada ia ingin mengatur dirinya sehingga akhirnya ia terlantar.



Engkau tahu bahwa kebaikanNya selalu meliputi dirimu. Kau tidak akan pernah terlepas dari karuniaNya. Jika kau ingin mengetahui penjelasan tentang perkembanganmu dari fase ke fase, perhatikan firman berikut ini :
“Kami menciptakan manusia dari saripati yang berasal dari tanah. Kemudian saripati itu Kami jadikan segumpal darah. Kemudian segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging. Dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang. Lalu, tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Setelah itu, Kami jadikan ia makhluk yang berbentuk lain. Mahasuci Allah Pencipta yang paling baik. Selanjutnya, kalian akan benar-benar mati. Kemudian, pada hari kiamat nanti kalian akan dibangkitkan.”
[QS Al Mukminun 12-16]

Liputan cahaya dan sinarNya begitu jelas. Wahai hamba, satu-satunya yang harus kau lakukan adalah menyerah dan bersandar kepadaNya. Dia melarangmu ikut campur mengatur dan menentukan.



Sebab Kedua

Pengaturan terhadap dirimu sendiri menunjukkan ketidaktahuanmu akan pengaturanNya yang baik kepadamu. Seorang mukmin mengetahui bahwa jika ia tidak ikut mengatur bersama Allah, Dia akan mengaturnya dengan baik sebagaimana firmanNya,
“Siapa yang bertawakal kepada Allah, Dia akan mencukupinya.”

Jadi, aturlah dirimu untuk tidak ikut mengatur dan mementingkan pengaturan dirimu sendiri. Tentang hal ini, firman Allah,
"Masukilah rumah-rumah itu dari pintunya.”
[QS Al Baqarah :189]

Dan pintu pengaturan Allah atas dirimu adalah “kau tidak ikut campur mengatur dirimu.”



Sebab Ketiga

Takdir dan ketentuan yang berlaku kerap kali tidak sesuai dengan pengaturanmu. Hanya sebagian kecil yang bertepatan dengan pengaturanmu. Orang berakal tidak akan membangun di atas landasan yang labil. Sebab, ketika bangunan dan rancanganmu telah selesai, ketentuan Tuhan akan menghancurkannya. Apabila pengaturanmu tidak bersesuaian dengan ketentuan Tuhan, apa manfaat pengaturannya? Semestinya kau menyerahkan seluruh pengaturan kepada zat yang menguasai segala ketentuan.

Ketika aku melihat ketentuan berlaku
Dengan pasti, tanpa ragu sedikit pun
Ku sandarkan seluruh diriku pada Penciptaku
Ku campakkan diriku bersama apa yang terjadi



Sebab Keempat

Allah SWT adalah pengatur seluruh kerajaanNya, baik yang di langit maupun di bumi, yang gaib maupun yang nampak. Sebagaimana kau telah menyerahkan pengaturan Arsy, Singgasana, langit dan bumi kepadaNya, serahkanlah pula pengaturan dirimu di alam ini kepadaNya. Dibandingkan seluruh alam ini, adamu sama seperti tiadamu, bagaikan tujuh lapis langit dan bumi dibandingkan dengan Singgasana Tuhan. Dan, jika dibandingkan dengan Arsy, singgasanaNya beserta tujuh lapis langit dan bumi adalah seperti kerikil kecil di hamparan padang pasir. Jadi, bagaimana mungkin kau mengagungkan posisimu di tengah hamparan kerajaanNya?


Perhatian dan pengaturanmu terhadap urusan dirimu menunjukkan ketidaktahuanmu tentang Allah SWT. Keadaanmu sama seperti yang difirmankan Allah,
“Mereka tidak mengenal Allah secara benar.”
[QS Al An’am : 91]

Seandainya manusia mengenal Tuhannya, tentu ia malu untuk ikut mengatur bersamaNya. Kau berhasrat untuk ikut mengatur karena kau terhijab dari Allah SWT. Sebab, ketika Dia tersingkap pada mata hati orang yang yakin, ia menyaksikan dirinya diatur bukan mengatur, ditentukan tidak ikut menentukan serta digerakkan bukan bergerak sendiri.


Sama halnya, para penghuni alam arwah pun menyaksikan kekuasaan Allah, kehendakNya, keterkaitan antara kekuasaanNya dan apa yang dikukasaiNya serta antara kehendakNya dan apa yang dikehendakiNya. Mereka juga melihat sia-sianya seluruh sebab dan upaya. Mereka bebas dari sikap mengaku dan mengatur karena mereka menyaksikanNya dan berhadapan denganNya. Allah SWT berfirman,
“Kami mewarisi bumi dan seluruh orang yang berada di atasnya. Hanya kepada Kamilah mereka dikembalikan.”
[QS Maryam : 40]

Ayat di atas menjelaskan kesucian dan sikap amanah malaikat. Mereka tidak pernah mengaku-aku apa yang diberikan kepada mereka dan mereka tidak pernah bersandar pada diri mereka sendiri. Seandainya mereka bersikap demikian, tentu Allah akan berkata,
“Kami mewarisi bumi dan langit.” Namun, penisbahan dan penghormatan mereka kepadaNya, serta rasa takut mereka terhadap keagunganNya menahan mereka untuk tunduk pada sesuatu selainNya. Nah, jika kau menerima pengaturanNya atas langit dan bumi, terimalah pengaturanNya atas dirimu.
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia.”
[QS Al Mu’min : 57]


Sebab Kelima

Kau mengetahui bahwa dirimu adalah milik Allah. Dengan demikian, kau tidak berhak mengatur apa yang bukan milikmu. Engkau tidak bisa ikut campur mengatur apa yang tidak kau miliki [sebenarnya kau tidak punya apa-apa. Apa yang kau miliki adalah amanah dari Allah. Kau tidak punya kepemilikan hakiki. Hanya saja, secara hukum lahir kau dianggap sebagai pemilik, meskipun tidak punya alasan yang layak].


Jadi, sangat tepat jika kau tidak ikut mengatur atas apa yang sesungguhnya milik Allah SWT. Apalagi, Allah SWT menegaskan,
“Allah telah membeli dari orang beriman, jiwa dan harta mereka untuk diganti dengan surga.”
[QS At Taubah : 111]

Maka, setelah akad jual-beli, seorang hamba tidak layak mengatur. Apa yang telah kau jual harus kau serahkan dan kau tidak boleh lagi campur tangan di dalamnya. Jika kau ikut mengatur, akad jual-beli itu batal.




Sebab Keenam

Kau mengetahui bahwa kau sedang dijamu oleh Allah SWT. Pasalnya, dunia adalah rumah Allah. Kau hanya singgah di sana. Seorang tamu semestinya percaya kepada sang pemilik rumah.


Suatu ketika Syekh Abu Madyan rahimahullah ditanya, “Tuan, kami melihat beberapa syekh sibuk bekerja dan mencari sebab dunia, kenapa Anda tidak?”

Ia menjawab,
“Saudaraku, sadarilah bahwa dunia ini adalah rumah Allah. Kita adalah tamuNya. Dan Nabi SAW bersabda, ‘Jamuan [pada tamu] itu berlangsung selama tiga hari.’ Menurutku, kita dijamu oleh Allah selama tiga hari. Dan Allah SWT berfirman, ‘satu hari di sisi Tuhanmu seperti seribu tahun dalam perhitunganmu.’ Berarti kita dijamu oleh Allah selama tiga ribu tahun. Kehidupan kita di dunia termasuk dalam kurun waktu itu. Dia akan menyempurnakan lewat karuniaNya di negeri akhirat. Selebihnya adalah kekekalan.”


Sebab Ketujuh

Sesungguhnya Allah senantiasa mengurus segala sesuatu. Bukankah Dia telah berfirman,
“Allah, tiada Tuhan selainNya Yang Maha Hidup dan Maha Tegak [terus-menerus mengurus seluruh makhlukNya].”
[QS Al Baqarah : 255]

Allah SWT adalah satu-satunya pengatur di dunia dan akhirat. Dia mengatur di dunia dengan memberi rezeki dan karunia, serta mengurus di akhirat dengan memberi imbalan dan pahala. Apabila hamba mengetahui bahwa Allah tidak pernah berhenti mengurusnya, tentu ia akan menyerahkan kendali dan berserah diri kepadaNya. Dia akan mencampakkan dirinya di hadapan Allah seraya pasrah menetapi ketentuanNya.




S
ebab Kedelapan

Tujuan dan akhir kehidupan seorang hamba adalah pengabdian, sebagaimana firman Allah SWT,
“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu.”
[QS Al Hijr : 99]

Jika hamba telah memusatkan dirinya untuk memelihara ibadahnya, tentu ia tidak akan sempat mengatur dan memerhatikan dirinya. Jika kau tidak merisaukan pengurusan dirimu, Allah akan membuatmu tetap bersamaNya.

Syekh Abu Al Hasan rahimahullah berkata,
“Ketahuilah bahwa dalam setiap ibadah yang kau lakukan, ada bagian Allah SWT yang dituntut darimu sesuai dengan rububiyahNya. Dia akan menuntut bagianNya dari setiap hamba, dan mereka akan ditanya tentangnya, serta tentang setiap tarikan napas yang merupakan amanah Allah. Karenanya, bagaimana mungkin ia punya waktu luang, sementara ia disibukkan oleh ibadah kepada Allah, bagaimana mungkin ia sempat mengatur dirinya dan memerhatikan kebutuhannya. Seorang hamba hanya bisa sampai kepada Allah jika ia tak lagi merisaukan dirinya, berzuhud, memusatkan perhatian untuk menaatiNya, mengarahkan pikiran agar sejalan denganNya, serta terus mengabdi dan berhubungan denganNya. Wahai yang telah berjalan menuju jalan keselamatan dan ingin berada disisiNya, kurangilah memerhatikan lahirmu, jika ingin batinmu terbuka bagi masuknya rahasia kekuasaan Tuhan.”


Sebab Kesembilan

Engkau adalah hamba yang selalu Dia pelihara. Seorang hamba tidak boleh ragu kepada majikannya. Apalagi sang majikan selalu memberi dan tidak pernah mengabaikan. Inti ibadah adalah percaya kepada Allah dan pasrah kepadaNya. Sikap itu berlawanan dengan hasrat ikut mengatur dan memilih bersama Allah. Seorang hamba harus mengabdi kepadaNya, dan Dia akan memberikan karunia untuknya. Pahamilah firmanNya,
“Perintahkan keluargamu untuk shalat dan bersabarlah atasnya. Kami tidak meminta rezeki. Kamilah yang memberimu rezeki.”
[QS Thaha : 132]

Maksudnya, mengabdilah kepada Kami, dan Kami akan terus memberi bagianmu.




Sebab Kesepuluh

Sesungguhnya engkau tidak mengetahui akhir dan akibat dari setiap urusan. Mungkin kau bisa mengatur dan merancang sebuah urusan yang baik menurutmu. Tetapi ternyata urusan itu berakibat buruk bagimu. Mungkin ada keuntungan di balik kesulitan dan sebaliknya, banyak kesulitan di balik keuntungan. Bisa jadi bahaya datang dari kemudahan dan kemudahan datang dari bahaya.


Mungkin saja anugerah tersimpan dalam ujian dan cobaan tersembunyi dibalik anugerah. Dan bisa jadi kau mendapatkan manfaat lewat tangan musuh dan binasa lewat orang yang kau cintai. Orang yang berakal tidak akan ikut mengatur bersama Allah karena ia tidak mengetahui mana yang berguna dan mana yang berbahaya bagi dirinya.

Syekh Abu Al Hasan rahimahullah berkata,
Ya Allah, aku tidak berdaya menolak bahaya dari diri kami meskipun datang dari arah yang kami ketahui dan dengan cara yang kami ketahui. Lalu, bagaimana kami mampu menolak bahaya yang datang dari arah dan cara yang kami tidak ketahui?”

Cukuplah untukmu firman Allah,
“Bisa jadi kalian membenci sesuatu padahal ia baik untuk kalian. Bisa jadi kalian mencintai sesuatu padahal ia buruk untuk kalian. Allah mengetahui, sementara kalian tidak mengetahui.”

Seringkali kau menginginkan sesuatu, namun Tuhan memalingkannya darimu. Akibatnya, kau merasa sedih dan terus menginginkannya. Namun, ketika akhir dan akibat dari apa yang kau hasratkan itu tersingkap, barulah kau menyadari bahwa Allah SWT melihatmu dengan pandangan yang baik dari arah yang tidak kau ketahui, dan memilihkan untukmu dari arah yang tidak kau ketahui. Sungguh buruk seorang hamba yang tidak paham dan tidak pasrah kepadaNya.
Sering ku hasratkan sesuatu, namun Kau telah memilihkannya untukku
PilihanMu senantiasa lebih baik, dan Kau teramat sayang kepadaku
Ku tekadkan diri untuk tak memedulikan kata hati
Kecuali untuk mengagungkan dan memuliakanMu

Dan ku tekadkan diri agar Kau tak melihatku
Menjamah dan melakukan yang Kau larang
Karena dalam hatiku,
Kau teramat agung...



Diambil dari Bab 3
al Tanwir fi Isqath al Tadbir:
Mengapa Harus Berserah
Karya Ibnu Athaillah as-Sakandari

sumber

3 ulasan:

Tanpa Nama berkata...

Assalamualaikum,
Saya memohon utuk copy maklumat kat sini.

Semoga sentiasa beroleh keredhaaan Allah Taala.
Wassalam

firusfansuri berkata...

Wa'alaikumussalam. Wallahu yubarik fik, 'aidhan. Silakan, ya.

suara berkata...

Salam alaik...
Rahsia masa depan adalah milik Allah. Mungkin apa yg berlaku baik buat kita sekarang, tapi buruk buat masa depan. Atau sebaliknya.

Dunia berubah... dan kita tak tahu sejauhmana perbuhan itu dan kesannya pada diri.

Semoga kita sentiasa 'dipandu' oleh cahayaNya.
Terima kasih atas perkongsian.